Pemprov Malut Upaya Selaraskan Pengembangan Kawasan Komoditas Unggulan

Megasofifi.com-Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) berupaya untuk melakukan berbagai transformasi, khususnya pada komoditas-komoditas unggulan sehingga dapat menjadi sektor utama dalam pembangunan ekonomi di wilayah Malut.

Hal itu disampaikan Kepala Bappeda Malut, Dr. M. Sarmin S. Adam, dalam sambutannya saat membuka rapat Penyelarasan Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Unggulan di Provinsi Maluku Utara, Senin (4/11) di ruang rapat Batik Hotel Ternate.

Dirinya mengungkapkan, data reales BPS tahun 2018-2022 menunjukan adanya perubahan distribusi/share PDRB Malut, khususnya PDRB menurut Lapangan Usaha. PDRB ADHB Malut menurut Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, Perikanan tahun 2018 adalah 8.242,2 Milyar, Tahun 2019 adalah 8.700,5 Milyar, dan tahun 2020 adalah 8.896,2 Milyar.

Menurutnya, angka ini masih lebih tinggi di bandingkan dengan PDRB ADHB menurut lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian serta Lapangan Usaha Industri Pengolahan. Namun tahun 2021 dan 2022 PDRB ADHK menurut lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yakni tahun 2021 adalah 9.431,0 Milyar dan Tahun 2022 adalah 10.132,5 Milyar, lebih rendah capainnya dibandingkan dengan lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian serta lapangan usaha industri Pengolahan, meskipun memiliki trend yang meningkat. Sehingga dapat dikatakan untuk saat ini sector pertambangan sudah memiliki share/kontribusi terbesar dalam PDRB ADHB Malut yakni Tahun 2022 untuk PDRB ADHB dari Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian adalah 12.441,1 Milyar dan Lapangan Industri Pengolahan tahun 2022 adalah 20.771,7 milyar.

“Tentunya ini harus menjadi perhatian bersama bagaimana membangun sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dengan mengoptimalkan pengembangan sentra-sentra industri berbasis komoditas unggulan, baik Perikanan tangkap, Perikanan budidaya (rumput laut), dan Perkebunan (pala, cengkeh, dan kelapa) termasuk tanaman pangan (padi, ubi kayu, jagung), serta sektor pariwisata); sehingga dapat mengembalikan distribusi Pertanian, Kehutanan dan Perikanan menjadi penyumbang sektor utama ekonomi Malut,” jelasnya.

Dari aspek daya saing ekonomi daerah Malut dihadapkan pada kurangnya kesiapan dan antisipasi atas momentum pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Malut menjadi salah satu daerah di Indonesia yang mampu menghadirkan pertumbuhan ekonomi positif di tengah melandanya wabah Pandemi Covid-19. Pada tahun 2021, laju pertumbuhan ekonomi bahkan menembus 2 (dua) digit yang merupakan pencapaian tertinggi sejak Provinsi Maluku Utara terbentuk. Transformasi struktural berlangsung sangat cepat dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang didorong berkembangnya industri pengolahan Mineral di beberapa Kabupaten, khususnya Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan. Hal ini ditandai, diantaranya, belum cukup terspesialisasinya sektor-sektor unggulan strategis di daerah Kabupaten/Kota. Sebagai ilustrasi, di Kabupaten Halmahera Barat, seluruh lapangan usaha dalam struktur PDRB cenderung melambat. Berdasarkan profil pertumbuhan, hanya Lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian, dan Industri Pengolahan yang bernilai positif (pertumbuhan cepat), akan tetapi tidak berdaya saing. Sektor ekonomi yang masih berdaya saing tetapi lambat pertumbuhannya, salah satunya yaitu: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta lapangan usaha lainnya.

Dirinya mengungkapkan, berdasarkan analisis shifshare dan LQ (location quotient) atas perkembangan sector ekonomi dari lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan di 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota di Malut dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1). Halmahera Barat, pertumbuhan lambat dan berdaya saing.
(2). Halmahera Tengah, pertumbuhan lambat dan tidak berdaya saing.
(3). Kepulauan Sula, pertumbuhan lambat dan berdaya saing.
(4). Halmahera Selatan, pertumbuhan lambat dan tidak berdaya saing.
(5). Halmahera Utara, pertumbuhan lambat dan berdaya saing.
(6). Halmahera Timur, pertumbuhan lambat dan berdaya saing.
(7). Pulau Morotai, pertumbuhan lambat dan tidak berdaya saing.
(8). Pulau Taliabu, pertumbuhan lambat dan tidak berdaya saing.
(9). Kota Ternate, pertumbuhan lambat dan berdaya saing.
(10). Kota Tidore, pertumbuhan lambat dan tidak berdaya saing.

Lanjutnya, dari hasil analisi di atas diperlukan strategi yang selaras baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk meningkatkan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sehingga dapat menjadi sektor yang kompetitif dan berdaya saing jika dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.

Dirinya juga menjelaskan, pada dokumen RPJPD Malut tahun 2025-2045 telah ditentukan 17 arah transformasi pembangunan, salah satu dari arah transformasi ini adalah Maluku Utara Marimoi (MM 8) yakni, Mewujudakan perkotaan dan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang ditandai dengan meningkatnya proporsi rumah tangga dengan akses hunian layak, terjangkau dan berkelanjutan; serta persentase Desa Mandiri.

Arah kebijakan transformasi daerah untuk mewujudkan perkotaan dan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yaitu: Melalui pengembangan sentra-sentra industri kawasan pedesaan berbasis komoditas unggulan perikanan tangkap, perikanan budidaya (udang vaname dan rumput laut), perkebunan (pala, cengkeh, dan kelapa), serta meningkatkan keterkaitan pembangunan desa-kota, dan kawasan pariwisata yang bernilai tambah tinggi dan berkelanjutan).

Sedangkan pada arah transformasi (MM-11) yakni Mewujudkan stabilitas ekonomi makro daerah, yang ditandai dengan meningkatnya Rasio pajak daerah terhadap PDRB; terkendalinya tingkat inflasi; meningkatnya pendalaman/intermediasi sektor keuangan yang tercermin dari peningkatan Total Dana Pihak Ketiga, Aset Dana Pensiun, Nilai Transaksi Saham Per Provinsi, Total Kredit; serta meningkatnya Inklusi Keuangan. Arah kebijakan transformasi daerah untuk mewujudkan stabilitas ekonomi makro daerah, yaitu dengan Peningkatan kapasitas fiskal daerah melalui Intensifikasi pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), pemanfaatan pembiayaan alternatif antara lain KPBU, CSR, obligasi biru, peningkatan kualitas belanja daerah untuk mendukung potensi komoditas unggulan, optimalisasi pemanfaatan Transfer ke Daerah (TKD), sinergi perencanaan dan penganggaran prioritas daerah dengan prioritas nasional.

Usai pembukaan itu, dilanjutkan dengan pemaparan materi, Penyelarasan rencana aksi kawasan  berbasis komoditi unggulan di Malut, dengan pemateri Direktur regional III Deputi Bidang pengembangan regional Kementerian PPN/ Bappenas, Pengembangan kawasan berbasis Komoditas unggulan di Kabupaten/Kota se-Malut oleh Kadis Pertanian Malut dan Strategi Pengembangan kawasan berbasis komoditas unggulan yang dipaparkan oleh Dosen sekaligus tenaga ahli Bappeda Malut.

Terlihat hadir dalam acara pembukaan itu, Kepala Inspektur Malut, Kepala Badan Perbatasan Malut, Kepala Bappeda Malut,  Kabag Materi dan Komunikasi Pimpinan Biro Adpim Setda Malut, serta perwakilan para pimpinan OPD terkait dari Pemprov dan Kabupaten/Kota. (*/ian)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *